Sengketa ekualisasi peredaran usaha PPh Badan dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN merupakan salah satu temuan pemeriksaan yang paling sering terjadi. Dalam kasus PT PT HI melawan DJP, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memberikan putusan penting yang menegaskan superioritas pembuktian transaksional atas metodologi ekualisasi.
Pokok sengketa bermula dari koreksi DJP atas peredaran usaha PPh Badan PT HI senilai total Rp1,53 miliar, yang kemudian dialokasikan ke Masa PPN November 2016. Koreksi DJP bersumber dari tiga metode: (1) Uji Arus Kas, (2) Koreksi Peredaran Usaha cfm Lampiran A2 SPT PPN (Retur), dan (3) Koreksi Peredaran Usaha cfm General Ledger (GL). DJP berargumen bahwa selisih yang ditemukan dari ketiga metode tersebut adalah penyerahan (penghasilan) yang belum dilaporkan oleh WP, sehingga terutang PPN.
PT HI membantah metodologi DJP. Pertama, WP berargumen Uji Arus Kas DJP keliru karena memasukkan penerimaan non-penjualan (seperti bunga bank, selisih kurs, dan reversal jurnal) sebagai objek PPN. Kedua, koreksi terkait retur (Lampiran A2) dinilai tidak konsisten karena DJP membandingkan data SPT PPN (neto setelah retur) dengan data FP Keluaran (bruto sebelum retur) yang murni merupakan data PPN dan tidak relevan dikaitkan dengan PPh Badan. Ketiga, koreksi dari GL dibantah karena transaksi tersebut terbukti merupakan diskon penjualan dan retur penjualan (pengurang DPP), bukan penambah peredaran usaha.
Majelis Hakim memutus perkara ini murni berdasarkan penilaian pembuktian di persidangan. Atas Uji Arus Kas, Majelis mengabulkan sebagian bantahan WP. WP berhasil membuktikan Rp496 juta (dari total sengketa PPh Badan Rp523 juta) adalah non-penjualan. Majelis hanya mempertahankan sisa selisih Rp27 juta yang tidak dapat dibuktikan WP.
Lebih penting lagi, Majelis Hakim membatalkan seluruh koreksi yang berasal dari Retur Penjualan dan Data Ledger. Majelis berpendapat WP berhasil membuktikan (melalui credit note, rekapitulasi retur, dan jurnal) bahwa selisih tersebut adalah retur dan diskon.
Sebaliknya, Majelis menilai DJP gagal membuktikan keterkaitan antara selisih data PPN tersebut dengan peredaran usaha PPh Badan. Putusan ini (Kabul Sebagian) menunjukkan bahwa WP yang mampu menyajikan bukti transaksional yang rinci dan akurat (GL, invoice, credit note) dapat mematahkan koreksi yang hanya didasarkan pada metodologi ekualisasi atau Uji Arus Kas semata.
Analisa Komprehensif dan Putusan Pengadilan Pajak atas Sengketa Ini Tersedia di sini